11.6.08

Pemerintah Wajib Punya FPI, AKKBB, Ahmadiyah

PEMERINTAH RI masih sangat wajib mempunyai organisasi XYZ semacam FPI, AKKBB, dan Ahmadiyah. Ini terutama ketika pemerintah belum mengetahui persis porsi keberpihakan beragam media terhadap kepentingan bangsa dan negara. Demikian sekilas pemikiran terkait makin maraknya pro kontra terhadap keberadaan FPI, AKKBB, maupun Ahmadiyah.

Mengetahui keberpihakan beragam media terhadap kepentingan bangsa dan negara adalah lebih penting daripada sekadar kekuasaan untuk melakukan pembreidelan hak cetak, pembreidelan hak tayang, pembreidelan hak siaran atau pemblokiran suatu situs/web.

Kecurigaan terhadap keberpihakan mayoritas media, tentu sebagai kebijaksanaan yang wajar. Hal itu tak lepas dari kehandalan suatu media dalam membangun opini, ditengah kondisi masyarakat yang secara ekonomi belum mapan.

Apalagi di pedesaan. Ketahanan ekonomi-nya masih rawan. Maka hingga kini masih menggiurkan bekerja sebagai TKI di Malaysia, walau statusnya Pembantu Rumah Tangga (PRT). Bisa mengantongi Rp 1,6 juta per bulan, hampir sama dengan gaji Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai gubernur Yogjakarta, sebesar Rp 1,8 juta.

Disisi lain, tidak ada yang dapat memberikan kepastian, bahwa pers atau media, dewasa ini tidak terletak di antara bisnis, ideologi dan bisnis ideologi. Malah, memprihatinkan pula bila hal yang sama juga hinggap didunia LSM.

KASUS SAMA
Kenyataan itu kiranya juga bukan hal yang mengherankan, bila bertolak dari posisi Indonesia, yang secara kodrat menjadi wilayah perebutan pengaruh blok Timur dan Barat. Baik disisi ekonomi maupun politik.

Posisi ini juga berlaku bagi Thailand, Vietnam, Malaysia, Filina dan banyak negara negara berkembang lainnya. Maka, disadari atau tidak, gejolak yang terjadi di negara-negara ini, apapun kasusnya atau siapapun tokoh yang menjadi sasaran tembaknya, selalu berawal pada isu yang sama, keadilan dan demokrasi.

Kondisi demikian ini menjadikan negara-negara itu sulit untuk mewujudkan stabilitas secara umum. Apalagi Indonesia, yang kepulauan, yang ketahanan ekonomi-nya masih diwarnai BLT, masih ada yang mengkonsumsi nasi aking.

Bahkan, stabilitas yang berjangka pun akan sangat berat diwujudkan, bila pemerintah hanya mengandalkan institusi TNI dan Polisi.

Lembaga pertahanan dan perlindungan rakyat itu bukannya tidak mampu menghalau gerakan sparatis atau apapun istilahnya. Tapi, tembok HAM terlalu tebal untuk TNI dan Polisi, untuk mampu melewatinya.

Oleh sebab itu, Pemerintah wajib memiliki media. Bukan hanya kantor Berita Antara, yang kini juga mulai berkomersil. Pemerintah perlu memiliki organisasi semacam FPI, AKKBB, atau Ahmadiyah. Tentu berbasis keagamaan dan nasionalis. Bukan lagi PKI, yang sudah terlalu lama dan senantiasa disosialisasikan sebagai bahaya laten. Sudah tidak update lagi.

Bahkan, penguasa dunia juga berkemungkinan memiliki organisasi semacam ini. Yang mampu bergerak sesuai skenarionya. Yang mampu menumbuhkan permintaan pasar atas produknya. Yang mampu memenangkan tender atas industrinya, termasuk industri senjata.

Tentu saja hubungan pemerintah dan organisasi XYZ atau YXZ atau ZXY, (yang penting masih gabungan X,Y dan Z), tidak dapat dimunculkan secara transparan. Terbatas pada secuil elit, agar massa umum dan massa pendukung tak pernah memahaminya.

Lebih efisien lagi, tanpa harus mendirikan. Setidaknya hanya tidak melarang kebebasan, sebagaimana yang dijual oleh Barat. Persoalan biaya operasional bukan menjadi soal. Kenyataannya memang lebih sulit menjadi TKI legal.

Terpenting, mampu memberi manfaat bagi bangsa dan negara. Dapat dikendalikan. Mampu membatasi ruang geraknya. Mampu membendung gerakan yang dilakukan gerakan lainnya, yang merugikan stabilitas.

Kalau di antara organisasi dimaksud gerakannya sudah melenceng dan membahayakan kepentingan bangsa dan negara, pemerintah harus menurunkan organisasi tanpa bentuk untuk membasminya.

Kendati demikian, aktifitas demo yang memang sulit untuk dihindari, pemerintah tetap mengijinkannya. Setidaknya dapat diterima sebagai masukan dari rakyat yang peduli, disamping suara dewan. Meskipun atas nama rakyat yang disuarakan oleh keduanya juga perlu dikaji, sebagai rakyat yang mana?

JAMINAN
Terkecuali pemerintah telah mendapatkan jaminan, bahwa beragam Media di Indonesia, posisinya terletak di antara Bisnis dan Ideologi Indonesia sendiri, tentu pemerintah tak perlu repot membuat alasan atas diijinkannya berdiri organisasi dimaksud. TNI dan Polisi sudah sangat cukup. Tetapi apa mungkin?

Namun, beban Pemerintah kini kiranya memang bukan lagi seperti dulu dalam membendung opini liar. Terutama setelah berkembangnya medianet.

Kini telah mudah ditemukan, blog-blog nasionalis, baik yang ber domain wordpress.com; blogspot.com; Opera.com; multiply.com; atau friendter.com.

Memang warna dari blog Indonesia, masih banyak yang pertamax daripada premium. Tapi, itu hal yang wajar.

Sayangnya, biaya untuk online masih mahal. Beruntung ada Indosat, yang meski sudah dimiliki oleh asing, masih memberikan kemurahan tarif lebih baik ketimbang Telkom, yang milik perusahaan nasional. (priono Subardan)