6.8.10

Rumah aspirasi = Politisi Ketinggalan teknologi

Politisi pendukung program `rumah aspirasi, tampak tertinggal dalam pemahaman dan pendayaguaan teknologi informasi atau sengaja mengeruk uang rakyat. Demikian kesimpulan atas program pembangunan`rumah aspirasi," yang mengeruk anggaran sebesar Rp122 miliar.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Rumah Tangga DPR Pius Lustrilanang mengatakan, pihaknya akan mendorong pendirian "rumah aspirasi" untuk 560 anggota DPR dengan total anggaran sebesar Rp122 miliar atau Rp200 juta per anggota DPR.

Apapun alasannya penyelenggaraan program `rumah aspirasi” adalah tidak tepat.

Kalau memang terpaksa harus diperlukan, `rumah aspirasi” itu bisa diwujudkan dalam bentuk online. Banyak ragamnya. Bahkan fasilitas gratis, banyak pilihan. Ini sisi lain dunia maya, yang bukan hanya berisikan situs porno.

Antara lain versi WebLog. Bisa SMS. Apalagi kini mbah Bejo dan Mbok Minah tak asing lagi dengan handphone. Setidaknya gampang berkomunikasi dengan anak-anaknya yang menggali devisa di Malaysia, sebagai pembantu rumah tangga.

Itulah potret sebagian rakyat Indonesia di pinggiran nun jauh disana. Ingin menghubungi anak-anaknya di negeri orang, cukup dari dari tengah sawah, dengan telpon genggamnya.

Maka, adalah ironis untuk menyampaikan keluhan sebagai warga Negara harus pergi naik truk datang ke “rumah aspirasi”. Sulitnya.

Maka untuk menjawab kebutuhan itu, anggota dewan harus mengikuti perkembagan teknologi informasi. Bukan sebatas Facebook. Tapi, mendayagunakan kelebihan yang ada.

Kalau tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi, pakai saja tenaga lulusan SMK (sederajat SMA). Umumnya mereka sudah memahami dan mampu mendayagunakanya.

Ini sekaligus memberi kesempatan kerja bagi lulusan SMK, yang notabene sebagian besar tak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, lantaran biaya yang tak terjangkau

CARA PRODUKTIF
Tapi kalau memang tujuannya mengeruk uang rakyat, disarankan menggunakan cara yang elegan. Jangan kasar seperti ini.

Bahkan cara yang produktif masih bisa digunakan dalam rangka memupuk kekayaan. Di antaranya kerjasama dengan rakyat dalam penertaan modal. Misalnya persewaan traktor tangan, atau bidang usaha lain.

Ternak itik, ternak kambing, ternak sapi dengan cara bagi hasil oleh rakyat. Masih berpeluang besar, mengingat produk telur dan daging nilai impornya masih tinggi.